Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mengalami sejumlah hambatan dalam mengembangkan bisnisnya. Belum lagi, di tengah hantaman pandemi Covid-19, UMKM yang sempat menjadi juru selamat perekonomian Indonesia saat krisis 98, menjadi sektor yang terpukul telak.
UMKM turut menyumbang 60% PDB Indonesia, menyerap tenaga kerja hingga 97,02%, dan 98,7% sektor usaha di Indonesia tergolong UMKM. Hingga saat ini permasalahan klasik UMKM masih bersumber pada akses pembiayaan.
Sebelum membahas lebih lanjut, yuk kita cari tahu apa itu UMKM dan kategorinya.
Apa itu UMKM

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. UMKM dikategorikan sebagai berikut:
1. Usaha Mikro
Merupakan sebuah usaha produktif yang dimiliki oleh orang perorangan dan atau badan usaha perorangan dengan jumlah karyawan kurang dari 4 orang. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta (tidak termasuk tanah&bangunan) dengan omzet tahunan paling banyak Rp 300 juta.
2. Usaha Kecil
Merupakan sebuah usaha yang memiliki karyawan 5–19 dengan kekayaan bersihnya minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan). Omzet per tahunnya Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar.
3. Usaha Menengah
Yaitu usaha yang memiliki karyawan 20–99 orang dengan kekayaan bersihnya Rp 500 juta hingga dan paling banyak Rp 10 miliar (di luar tanah dan bangunan). Omzet pertahunnya minimal Rp 2,5 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.
Masalah yang Dihadapi UMKM
Kesulitan Mendapatkan Pembiayaan

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada tahun 2019, 74% UMKM di Indonesia belum mendapatkan akses pembiayaan. Hal ini sungguh disayangkan mengingat kontribusi UMKM terhadap negeri yang sangat signifikan.
Selama ini, pelaku UMKM kesulitan mendapatkan pendanaan karena diberatkan dengan jaminan, atau kekhawatiran penyedia jasa pendanaan akan kemungkinan ‘kredit macet.’
Belum lagi, proses pencairannya yang lama menambah daftar panjang kesulitan UMKM untuk bertahan apalagi berkembang.
Beruntung, perkembangan teknologi memberi kemudahlaku usaha melalui inovasi financial technology yaitu Equity Crowdfunding.
Equity Crowdfunding (ECF) merupakan jenis penggalangan dana untuk suatu usaha (UMKM) dengan cara urun dana melalui pembelian sebagian dari saham bisnis usaha tersebut.
Melalui ECF, antara penerbit dan investor terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Pelaku usaha dapat mengembangkan usahanya berdasarkan modal yang terkumpul dari para investor, dan investor mendapat bagi hasil secara berkara.
Salah satu platform investasi yang berbasis Equity Crowdfunding di Indonesia yaitu JOINAN. Equity Crowdfunding pun telah legal melalui POJK RI Nomor 37/POJK.04/2018 (yang terbaru No. 57/POJK.04/2020.
Keuntungan menjadi penerbit di JOINAN yaitu aksesnya mudah melalui website www.joinan.co.id sehingga dapat dilakukan di mana saja, dan kapan saja. Menjadi penerbit tidak memerlukan jaminan dalam bentuk apapun. Saat menjadi penerbit, kamu tidak hanya mempersilahkan semua orang memenuhi kebutuhan modal mu. Tapi juga turut mempromosikan usahamu ke seluruh Indonesia, karena tiap listing profil bisnismu akan terpampang di seluruh mediasosiial yang JOINAN miliki.
Cara menjadi Penerbit/Partner JOINAN:
- Klik daftar atau sign up
- Klik beranda dan scroll ke bagian bawah
- Klik daftar sebagai penerbit
- Isi form yang tertera pada form penerbit
- Tim analis kami akan memberikan notifikasi setelah proposal penerbit di setujui.
Tertarik menjadi penerbit di JOINAN? Yuk mulai dari sekarang!
Penulis: Mira Ayu Dwi Cahyani